sejarah zakat

Zakat dalam Sejarah Indonesia

Zakat dalam Sejarah Indonesia

Dalam konteks sejarah selaku pendidikan, kita pantas menilik pertumbuhan zakat di Indonesia lebih jauh. Terdapat catatan kuno yang ditulis Denys Lombard dalam Silang Budaya. Ia berkata bahwa zakat menjadi energi tarik dakwah, disebabkan keadaan muslim yang minoritas dikala masuknya Islam di Indonesia. Maka dari itu, zakat diberikan kepada orang yang memerlukan. Sehingga banyak yang mulai berfikir bahwa umat Muslim tak hanya mengurusi permasalahan spiritual tetapi juga konteks sosial. 

Perihal ini, kemudian diiringi dengan menguatnya pertumbuhan zakat di abad ke- 13. Tercatat dalam kitab Bustanus Salatin yang mengatakan bahwa zakat digaungkan oleh Raja di kerajaan- kerajaan Aceh. Namun, hanya sebatas dorongan para raja untuk membayar zakat tanpa turun langsung untuk mengelola zakat warga. Walaupun setelah itu disatu sisi terdapat yang mengkritik, seperti kerajaan Banjar yang menyangka bahwa kerajaan tidak perlu mengurusi soal zakat. Zakat, baginya merupakan perkara ibadah yang menjadi urusan individual. 

Ragam fenomena ini terus menjadi menarik, hingga dimasa kolonial Belanda kegiatan berzakat ini terus tumbuh serta diintervensi oleh pemerintah kolonial. Dikala itu, memicu terdapatnya gerakan yang menentang, sehingga warga sipil mempergunakan dana tersebut buat masjid serta yang lain. Hingga pada pemerintahan kolonial tahun 1830-an, mereka seakan melepas tangan mengenai zakat. Ialah tidak mengharuskan serta tidak melarang bahkan mempersilahkan untuk dikelola oleh muslim. 

Dikala itu, mereka berpikir kalau kedermawanan merupakan kewajiban agama serta bertabiat individu sehingga tidak butuh dikelola / diserahkan negeri. Apalagi, salah satu penasehat pemerintah kolonial yang sedikit ‘menguasai’ agama Islam secara jelas membuat ketentuan. Yaitu, untuk tidak terdapat kekerasan dalam perihal ini dan selama tidak berkaitan dengan politik.

  1. Produk Konkrit Zakat Abad 19

Pertumbuhan zakat terus menguat di abad ke 19. Setali tiga uang dengan perkembangan pesantren pada kala itu juga memakai dana ZISWAF selaku sumber dana penting dalam memperkuat pembelajaran. Selaku contoh, Ponpes Gontor yang populer dengan wakafnya. Setelah itu lahir pula organisasi keislaman seperti Muhammadiyah, NU, Syarikat Islam, Persis yang membuat sekolah- sekolah.

Tabiat pemerintah kolonial dikala itu membiarkan kultur ini berkembang selama tidak masuk ke ranah politik. Bahkan, pemerintah kolonial membuat aturan tentang pendaftaran zakat serta wakaf. Apabila terjadi kekerasan pengelolaan dalam arti lain karena besaran dana yang besar dengan keamanan yang mengkhawatirkan maka pemerintah turut mengawasi. Kedudukan pengawasan ini terbawa hingga awal abad 20 dan akhirnya berkembang luar biasa sehingga berjalan sampai saat ini.

Perkembangan ZISWAF ini ditandai dengan mampunya dana ini menopang negeri yang lemah ini. Banyak masyarakat menyumbang untuk negera, seperti Pesawat Dakota RI- 001 Seulawah yang dibeli dari uang sumbangan rakyat. Kemudian diiringi dengan banyaknya kantor- kantor KUA dari tanah wakaf.

Sehingga Presiden Soeharto pernah memimpikan negera dalam kepemimpinannya mengelola dana ZISWAF. Di tahun 1967- an, Presiden Soeharto membuat aturan khusus dan memproklamirkan dirinya menjadi amil nasional. Sayangnya idenya masih sangat general serta tidak dapat dimengerti oleh khalayak.

Tentunya pada saat itu, terdapat 2 perihal yang menimbulkan ide tersebut mental. Ialah sebab tradisi zakat yang terbiasa dikelola dari bawah serta kedua terdapat resistensi dari tokoh agama. 

  1. Pola Ikatan Sempurna Antara Negeri serta Warga dalam Pengelolaan Dana ZISWAF

Tata kelola yang dibangun pemerintah, menjadi bagian paling penting dalam pengelolaan dana sosial keagamaan, seperti Zakat, Infaq, dan Sedekah. Sebab, penguatan tata kelola ini, nantinya akan mempengaruhi keseimbangan antara negeri serta warga sipil dalam memaksimalkan kemampuan zakat yang besar. Dimana melalui UU  Zakat 23/ 2011 saat ini. Walaupun sudah cukup baik pada sebagian perihal tetapi mempunyai titik rentan yang berpotensi memunculkan conflict of interest.

Salah satunya adalah kedudukan kedua yang dimiliki BAZNAS, ialah selaku AMN operator zakat sekaligus regulator yang melalui kekuatan ini. Serta menjadikan lemahnya kepercayaan dari para pengelola terhadap BAZNAS itu sendiri. Sebab ia menjadi lembaga yang melahirkan regulasi tetapi diwaktu yang sama menjadi ‘ kompetitor’.

Terdapat tiga opsi dalam pengelolaan dana dengan potensi yang luar biasa ini: 

  1. Pertama ialah dengan dikelola negeri, contohnya merupakan negara-negara dibawah Organisasi Kerja Sama Islam( OKI) seperti Pakistan, Sudan. Serta lainnya yang mengelola dana tersebut tetapi hanya sebatas incomenya saja. Sedangkan zakat sendiri mempunyai banyak jenis yang wajib dikelola dengan detail. Kesimpulannya setiap orang masih mengirimkan dana ZISWAF secara langsung kepada yang memerlukan, ataupun komunitas hingga luar negeri.
  2. Kedua, ialah pengelolaan ini seluruhnya dikelola oleh warga sipil, seperti Islamic charity dari UK. 
  3. Ketiga, seperti di Indonesia ialah fifty-fifty, yakni separuh pengelolaan oleh negeri serta setengahnya lagi dikelola oleh warga sipil.

Di satu sisi, ini menjadi jalur tengah. Tetapi sebagaimana yang digagas di awal bahwa sebaiknya pemerintah cukup memfasilitasi di fungsinya sebagai regulasi. Kalaupun jika ingin mengelola, wajib memiliki pemisahan fungsi antara regulator serta operator.

Konflik yang terjalin saat ini cukup memprihatinkan dimana banyak kemampuan lembaga zakat yang cukup baik. Seperti yang berasal dari BUMN, Universitas, Masjid tidak dapat berdaya guna dengan baik sebab secara kelembagaan diwajibkan menjadi UPZ. Zakat, Infaq, Sedekah serta Wakaf merupakan sikap yang berasal dari hati serta erat sekali kaitannya dengan ibadah seseorang. 

Sehingga perlu strategi serta pendekatan yang cocok dengan target muzakki. Dengan potensinya yang besar, ZISWAF memang mungkin saja dikelola oleh satu badan (dalam perihal ini pemerintah, red). Dianalogikan dengan aliran sungai yang bermuara ke satu danau, dengan anggapan akan membesar dan bisa menebarkan manfaat yang besar.

Tetapi, disaat yang sama hal ini juga mengkhawatirkan. Karena jika tidak dibarengi dengan tata kelola yang baik justru akan bahaya, akan timbul kebocoran bahkan bah. Sehingga tata kelolalah yang menjadi penting. Jika saat ini masyarakat telah mempunyai tata kelola yang kokoh. Tidak ada salahnya jika pemerintah berlegowo untuk tidak andil dalam pengelolaan itu jauh lebih baik.

Anda Bisa melalukan pembayaran zakat anda melalui yayasan rumah tahfidz alfatihah disini. Yayasan ini merupakan lembaga resmi yang telah terdaftar di lembaga baznas Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *