Amil Sampai Anak Cucu
“ Perkenankan anak- anak Kamu mengamati perilaku kebaikan Kamu yang tidak mengenali tempat serta waktu, sebab perihal itu bisa menular” –Kevin Heath–
Siapa bilang dinasti hanya untuk urusan politik serta kekuasaan. Kata siapa pula, dinasti itu tentu merugikan serta tidak ada gunanya. Dalam urusan zakat, sah saja apabila para amil yang juga orang tua pada akhirnya keturunannya menjajaki dirinya menjadi amil pula. Bukan hanya anak, bahkan sampai ke anak cucu. Dinasti sendiri tak senantiasa negatif, asalkan energi juang serta spiritnya sama untuk kebaikan serta kesejahteraan negera serta bangsa. Tidak ada yang dilanggar serta terenggut haknya.

Menjadi amil zakat sekaligus menjadi orang tua merupakan niscaya. Ini siklus alamiah saja. Setelah menikah kemudian memiliki anak. Untuk seorang amil yang juga orang tua, menjadi bapak merupakan suatu kebanggan sekaligus kekhawatiran. Bangga sebab Allah yakin unruk menjadi orangtua serta takut apabila tidak amanah dalam melindungi serta mendidiknya.
Orang tua di jaman disrupsi serta penuh tantangan seperti kala ini memanglah tidak gampang. Terlebih terdapatnya pandemi ataupun wabah global seperti kala ini. Membesarkan anak-anak dengan sebagian besar waktunya di rumah lebih tidak gampang lagi. Terlebih untuk Ayah ataupun Ibu yang terpaksa harus bekerja ditengah pandemi yang menyerang.
Tidak ada memanglah sekolah menjadi orang tua. Semua akhirnya kembali pada keahlian serta kemampuan masing-masing dalam mengelola rumah tangga, termasuk menjaga serta mendidik anaknya masing-masing. Walaupun sebenarnya setiap orang tua dapat belajar dari mana saja. Termasuk menemukan inspirasi dari siapapun, senantiasa saja perlu kearifan serta kebijaksanaan untuk memandang mana yang cocok dan paling tepat.
Dalam tulisan pendek ini, kita berharap terdapat cerminan singkat tentang bagaimana menjadi amil serta mewariskannya pada generasi penerus setelah kita. Baik generasi penerus secara genetis ataupun penerus secara ideologis.
Keluarga Amil, Keluarga Harapan
Untuk amil yang telah berkeluarga, tentu saja mempunyai istri serta anak-anak yang baik merupakan suatu kebahagiaan. Ini tidak lain kebaikan serta berkah dari Allah SWT yang pantas disyukuri. Ini pula merupakan nikmat serta anugerah kehidupan dariNya. Walaupun perihal ini jamak nampak, tetapi tetap saja menjadi bagian keluarga yang baik merupakan harapan terindah yang dipunyai seorang amil.
Dari informasi amil yang terdapat di Indonesia, ternyata jumlah amil yang telah menikah lebih sedikit daripada yang belum menikah. Serta dari yang telah menikahpun, hingga dikala ini masih terdapat yang lagi berjuang supaya dikaruniai seseorang anak dalam keluarganya. Walaupun mempunyai anak pastinya akan membuat kerepotan baru dalam mengurusnya dibandingkan ketika hanya suami istri. Tetapi kenyataannya terdapat keelokan sekaligus kesyukuran atas amanah dari Allah yang berbentuk anak ini.
Dengan begitu, ditengah suasana apapun, amanah menjadi orang tua wajib dijalani dengan sebaik- baiknya. Juga tidak ada alibi untuk meringik dengan keberadaan anak-anak ditengah kehidupan keluarga kita. Begitu mendapat amanah anak, bagaimanapun triknya kita harus mulai merancang serta mempersiapkan perawatan serta pembelajaran anak-anak. Sampai nanti dia berkembang berusia serta mandiri.
Dan seluruh orang tua, nyatanya harapannya sama, mau anaknya soleh ataupun solehah serta kehidupannya sukses, apalagi melebihi orang tuanya. Harapan umum orang tua nyatanya tidak hanya berprestasi lebih dari orang tua dari sisi pembelajaran. Namun, karir serta perannya juga lebih baik kehidupan agamanya. Ini nampak umum serta sederhana, namum kenyataannya, tidak seluruh orang tua mengalami itu semua. Terdapat yang bahagia anaknya sukses secara materi, tetapi kadangkala dia kurang baik dalam perihal yang lain. Kebalikannya, ada saja kekurangan anak di mata orang tua. Walaupun bisa jadi tidak sempat timbul dalam kata ataupun ujaran verbal dari mereka.
Mendidik Anak Jadi (Semacam) Amil
Terdapat satu perihal lagi. Para amil yang juga orang tua tentu akan bangga bila apa yang dia jalani nyatanya diiringi serta diteruskan oleh anaknya. Apalagi lebih dari itu, dia juga bisa jadi terharu apabila akhirnya, anak kandungnya sendiri menghargai dirinya serta profesinya selaku amil.
Untuk orang tua yang amil, tak hirau seberapa lama seorang anak biologisnya menolong pekerjaan dirinya selaku amil. Dia juga akan merasa bangga serta merasakan kepuasan dalam mendidik seseorang anak.
Dengan suasana tadi, seorang Ayah ataupun Ibu yang amil, merasa terbahagiakan hidupnya walaupun dapat jadi secara modul tidak kelewatan. Dia merasa cukup, begitu pula jiwanya. Terdapat kebahagiaan serta rasa terimakasih atas balasan anak terhadap dirinya. Juga terdapat semacam rasa bahagia atas penghargaan anaknya atas profesi amil yang dijalani orang tuanya.
Pertanyaannya, apa saja yang butuh kita siapkan sehingga kita para amil memiliki kaderisasi amil selanjutnya. Baik anak biologis kita ataupun para amil muda yang akan jadi penerus gerakan zakat Indonesia. Serta menjadi pembawa obor spirit kebaikan zakat di negara ini.
- Pertama, didiklah anak kita untuk hirau sesama dengan tulus
Para Nabi, Rasul serta orang-orang sholeh sebelum kita hidup mereka tak hanya soal memenuhi kebutuhan diri serta keluarganya sahaja. Mereka walaupun tidak semua tercantum orang kaya, terbiasa menjadikan hidupnya bak suatu teko. Begitu teko ini terdapat isinya, maka tidak menunggu lama, mereka akan mendistribusikan untuk yang membutuhkan.
Kadangkala bukan soal uang saja, namun santapan, baju serta bermacam- macam kebutuhan yang lain. Kita para amil yang sepanjang ini berjuang, yang kadangkala penuh keprihatinan serta bercucuran keringat, terbiasa menolong sesama. Nah sesekali, ajak serta biasakan anak-anak kita untuk menjadi bagian yang membagikan suatu pada sesama. Baik harta barang yang kita miliki ataupun amanah pihak lain yang terdapat pada kita untuk dibagikan pada yang membutuhkan. Anak- anak yang sejak kecil paham dengan pekerjaan orang tuanya selaku amil, Insyaallah dia akan mengerti bagaimana posisinyanya saat dewasa. Serta mempunyai harta barang dan peran dalam kehidupannya. Legacy yang kita harapkan, pada dasarnya lebih luas dari benda ataupun uang yang kita dapat bagikan pada anak kita. Tetapi justru yang akan mereka terima merupakan nilai-nilai kemuliaan dalam kehidupan manusia.
Anak-anak amil wajib mengetahui, kalau air mata yang jatuh dalam berjuang menjadi amil zakat merupakan suatu jalan yang baik. Yaitu untuk mendekatkan dirinya pada jalan Allah SWT. Di jalan ini, pengorbanan senantiasa dibutuhkan, sebab memanglah buat jadi insan mulia, terkadang terdapat begitu banyak halangan serta tantangannya. Sejarah sudah meyakinkan. Tiada satu Nabi, ulama serta orang-orang soleh yang hidupnya merasa aman serta menyudahi berjuang kala dirinya sanggup penuhi kebutuhannya. Inilah arti spirit amil zakat. Boleh jadi anak-anak seorang amil kesimpulannya jadi apapun. Tetapi dalam jiwanya wajib tertanam kepedulian serta cinta pada sesama manusia. Termasuk kesediaannya untuk adil serta menjadi pemecahan atas problematika yang dihadapinya.
- Kedua, libatkan mereka dalam aktivitas kita
Dimanapun bumi di pijak, menjadi orangtua yang didengar serta dicermati nasihatnya oleh anak- anaknya sendiri pasti saja membanggakan. Lebih dalam lagi kebanggaan ini, manakala anak-anaknya sanggup meneruskan spirit serta perjuangan orangtuanya yang berjuang didunia amil zakat. Anak- anak para amil, tidak cukup harus menuruti nasihat orang tuanya. Mereka juga wajib mengetahui serta paham apa pekerjaan orangtuanya juga tujuan akhir yang ingin dicapai dalam hidupnya.
Untuk memantapkan konsep pengasuhan, pembelajaran supaya spirit amil masuk ke dalam jiwa seseorang anak. Sejak dini perlu mengaitkan anak dalam bermacam-macam aktivitas orang tua. Aktivitas ini diharapkan meningkatkan kebiasaan yang positif untuk diri anak. Dan akan membentuk konsep diri yang menyatu dengan apa yang dikerjakan orang tua. Dengan begitu, tidak butuh banyak nasihat serta arahan yang wajib diberikan. Cukup dengan interaksi langsung, maka transfer budaya serta keahlian dapat otomatis terjalin. Di luar itu, pasti saja masih dibutuhkan doa-doa yang tidak putus dari kita para orang tua.
Terdapat paling tidak 3 khasiat penting manakala para amil mengaitkan anak-anaknya semenjak dini dalam aktivitas keseharian selaku seseorang amil. Baik saat di kantor ataupun saat di lapangan. Ketiga khasiat itu merupakan:
- Pertama, anak akan memperoleh teladan yang baik untuk proses identifikasi kedudukannya nanti dalam kehidupan individu serta bermasyarakat;
- Kedua, rasa kagum ataupun pujian anak terhadap orangtuanya akan terus membuka komunikasi yang baik antara anak dengan orangtua. Sehingga ikatan meningkat erat;
- Ketiga, anak belajar cara-cara berhubungan sosial yang lebih luas terhadap orang lain. Perihal ini timbul sebab dikala anak bangga serta mengapresiasi apa yang sudah dicoba orang tuanya. Dia juga belajar menghargai dan berempati atas kedudukan orang lain.
Orangtua yang dibanggakan anak-anaknya, tidak melulu soal harta dan sarana. Mereka pada dasarnya akan membanggakan orang tuanya apabila mereka dicermati kebutuhannya serta diberikan kasih sayang yang lumayan. Dengan mengajak anak untuk mengetahui serta terlibat pekerjaan orang tuanya. Perihal ini sesungguhnya memberikan contoh bagaimana metode menempuh kehidupan selaku seseorang amil dengan dinamikanya. Metode ini merupakan metode positif supaya anak menguasai apa yang dikerjakan orang tua untuk dirinya. Termasuk pula untuk orang lain yang bahkan tidak mengetahui tadinya. Di masa yang akan tiba, rasa bangga anak yang merasakan perjuangan serta kasih sayang dari orang tuanya itu akan tumbuh. Peduli pada sesama dengan tidak melupakan jalan sukses mengarah cita-cita yang diharapkan.
- Ketiga, perbanyaklah diskusi 2 arah
Kita semua mengerti, bahwa mendidik anak serta generasi muda untuk menjadi ataupun semacam seorang amil tidak gampang. Amil sebagaimana kita ketahui kepribadian DNA-nya merupakan pejuang. Dia terbiasa berkorban untuk orang lain serta mendahulukan kepentingan yang lebih besar. Serta dalam konteks kepemimpinan, menjadikan seseorang menjadi amil pada dasarnya sedang mempersiapkan suatu generasi mas’uliyah. Yaitu dengan pundak yang siap menahan beban dakwah. Para amil ini, diharapkan sanggup memikul amanah besar dakwah. Dakwah yang diartikan disini pasti saja dakwah zakat serta dakwah Islam secara umum. Para amil yang dididik ini diharapkan juga memiliki ibadah yang khsuyuk, memiliki kepribadian tabah, jujur serta pemberani.
Seorang Ulama menasehati: ̔ ̔Jadilah pakar ibadah saat sebelum kamu jadi amil ̓ ̓. Dengan suasana ini, menjadi amil tidak dapat dilimpahkan pada orang-orang yang urusan dirinya sendiri saja belum berakhir. Menjadi amil dengan alibi tadi, tidak mungkin sanggup dipikul oleh generasi rebahan. Seperti yang sangat santai hidupnya serta tanpa motivasi yang kokoh untuk menolong serta berkorban untuk sesama.
Dengan besarnya harapan tadi, menjadi amil jelas perlu persiapan panjang dan penyiapan mental yang tidak gampang. Serta untuk memantapkan mental anak-anak kita, juga generasi muda amil Indonesia. Diskusi ini untuk membenarkan reaksi, kepahaman anak-anak serta generasi muda akan apa yang hendak dikerjakan dimasa yang akan tiba. Dengan memperbanyak diskusi, kemauan, serta harapan secara sadar dalam bingai kepercayaan yang sama kalau masa depan itu hendak lebih baik.
- Keempat, ajarkan kasih sayang semenjak dini
Mendidik anak ibarat menanam tumbuhan jambu batu. Bisa saja memerlukan waktu lama untuk dapat memetik hasilnya. Walaupun lama, kita senantiasa menunggunya dengan tabah. Durasi menunggu ini tidak sama satu sama yang lain, apalagi dapat bertahun-tahun, itu juga tidak tentu. Serta kala berbuah juga, di periode dini, belum seluruh timbul bunga serta terlebih jadi buah yang banyak. Lamanya waktu saat menunggu, seketika seakan lenyap manakala tumbuhan jambu batunya berbuah. Kira-kira begitulah perasaan kita selaku orang tua dikala mendidik anak. Penuh tantangan serta dinamika. Tetapi akhirnya terbayar lunas manakala anak yang kita didik sukses dalam kehidupannya, apalagi lebih baik dari kita semua.
Kasih sayang, baik terhadap anak ataupun sesama manusia ibarat suatu gelombang. Dia hendak merambat serta mengalir melewati medan yang luas.
Fenomena anak-anak amil yang bermasalah apabila kita dalami nyatanya perkaranya mereka kurang perhatian serta kasih sayang. Di sadari ataupun tidak, mengapa kita sendiri (para amil) dan anak-anak serta generasi muda amil energi juangnya kerap melemah?. Tidak lain pula dapat menjadi minimnya perhatian serta kasih sayang para sesepuh ataupun pendahulu gerakan zakat ini. Dengan energi juang yang lemah, hingga dapat menggangu estafet dakwah. Dengan kelemahan ini pula, proses pencapaian langkah mengarah cita-cita kebaikan di masa depan dapat terus menjadi berat.
Pelarian anak akan kasih sayang, dapat ke banyak perihal. Termasuk ke dalam perihal ini merupakan timbulnya kecanduan anak-anak pada gadget, permainan online, youtube serta lain-lain. Perihal ini dapat menyebabkan kedekatan yang terbangun antar generasi jadi tidak wajar. Terdapat kesulitan komunikasi serta pada kesimpulannya akan mengganggu kedekatan anak ayah ataupun kebalikannya. Apalagi dapat pula kedekatan horizontal antar generasi menjadi tidak harmoni. Walaupun generasi hari ini secara raga lebih baik, didukung dengan kemajuan ekonomi serta kenaikan taraf hidup yang terus menjadi baik. Tampaknya dari sisi mental, belum pasti perihal ini lebih baik. Dikala semacam inilah orang tua wajib mencermati anak-anaknya dengan baik. Serta terus membenarkan supaya mereka secara mas’uliyah mentalnya sehat, kokoh serta sabar. Kita pula wajib untuk membagikan kasih sayang serta tutorial dalam seluruh perihal.
- Kelima, yakinkan mereka mengerti sebelum menjadi sesuatu
Saat anak kita ingin kita dorong untuk menjadi orang yang sukses dalam hidupnya. Maka, kita wajib sudah mempersiapkan mentalnya terlebih dulu saat sebelum membagikan nasehat ataupun mengarahkan suatu. Perihal ini berarti supaya terdapat kesiapan mendasar dari seseorang anak terhadap ilmu, pengetahuan serta keahlian yang hendak diajarkan. Inilah yang diucap persiapan uraian saat sebelum ilmu. Uraian ini berarti supaya saat anak-anak mulai menikmati proses pendidikannya, dia sudah kokoh jiwanya. Dia pula nantinya tanpa keterpaksaan hendak meresap ilmu secara optimal serta secara tidak berubah-ubah hendak terus belajar dengan sungguh-sungguh.
Menuntut ilmu untuk seseorang anak seperti berjihad. Tidak hanya perlu pemahaman diri yang kokoh untuk belajar, dia pula harus sanggup meresap ilmu yang dipelajarinya untuk kebaikan diri serta masyarakatnya. Namanya ilmu, pasti akan mubazir apabila tidak bermanfaat, ataupun malah membuat hal yang tidak baik. Seorang amil yang juga orang tua, pasti saja berkeinginan besar anak- anak nya mampu menuntut ilmu serta mengenyam pembelajaran sampai akademi besar. Mereka bukan cuma wajib soleh akhlaknya, tetapi pula menjadi seorang alim, orang yang berilmu serta mulia. Imam Syafii mengatakan: “ Siapa yang masa mudanya tidak digunakan menuntut ilmu, hingga ia hendak merasakan kehinaan sejauh hidupnya”.
Seorang amil yang Allah anugerahi anak-anak yang baik serta soleh ataupun solehah pastilah bahagia hatinya. Dia pula tentu bersyukur pada Allah atas amanah ini. Tetapi pertanyaan-nya, apakah anak- anaknya pula bangga mempunyai orang tua yang menjabat selaku seseorang amil?.
Sebuah pepatah lama mengatakan “ ketam menyuruh anaknya berjalan betul” maksudnya, orang tua pandai menasihati anak, tetapi tidak bisa melaksanakannya sendiri. Perihal ini dapat saja terjalin kala para orangtua yang padat jadwal kemudian seketika berharap anaknya sukses serta dapat dia banggakan. Orangtua semacam ini dapat jadi kurang ingat kalau diri mereka pula butuh jadi orang tua yang membanggakan untuk anak-anaknya. Kedekatan yang terbangun antara anak dengan orang tua ini amat bergantung pada keakraban sepanjang ini. Jika terdapat anak seseorang amil bangga kalau orang tuanya merupakan amil. Pastilah orang tua anak ini lebih bangga lagi.
Kala seorang anak bangga terhadap orang tua, tercantum profesinya selaku amil zakat, sebetulnya ini ialah proses identifikasi kedudukan oleh anak. Sebab dia pada dasarnya belajar tentang kedudukan dirinya nanti melalui orangtua serta orang-orang di dekat lingkungannya.
Berkaitan soal orang tua yang menjadi kebanggaan anak, bukan berarti seorang Ayah atau Ibu wajib berprestasi. Menjadi orang tua yang membanggakan anak merupakan soal bagaimana orang tua bisa penuhi kebutuhan anak, baik secara lahir ataupun batin. Para orang tua yang amil, meski senantiasa padat jadwal bekerja serta terletak dalam kepadatan melayani orang lain, tetaplah mengelola waktunya. Seperti berbagi kasih sayang serta perhatian dengan anak. Perhatian semacam ini dari orangtua, hendak merangsang kebanggan anak tanpa memperhitungkan pekerjaan yang hebat ataupun peran yang besar. Ini amat berarti untuk anak, dibanding apabila para orang tua yang penuh kekayaan serta kemewahan hidupnya. Namun, tidak memiliki waktu untuk mereka.
Wallahu a’ lam.